Total Tayangan Halaman

Selasa, 28 April 2015

PERAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM REFORMASI PENDIDIKAN


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Adapun latar belakang penulis dalam mengerjakan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih jelas tentang Reformasi Pendidikan dan Peran Teknologi Pendidikan, khususnya untuk mata kuliah Pengantar Teknologi Pendidikan. Selain itu makalah ini dibuat sebagai wadah untuk memperluas wawasan mahasiswa mengenai Reformasi Pendidikan dan Peran Teknologi Pendidikan secara menyeluruh.
Oleh karenanya perlu adanya revolusi pendidikan atau setidaknya reformasi bidang pendidikan. Agar setiap generasi dapat dibentuk sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zamannya.
Untuk itu pembahasan makalah ini diangkat untuk mengungkap masalah-masalah tersebut. Berdasarkan fakta yang ada, dan karya-karya ilmiah yang telah ditulis oleh para pakar pendidikan, telah ditemukan upaya untuk memajukan dunia pendidikan, dengan menciptakan/memperkenalkan sistem pembelajaran yang efektif dan efisien bagi guru dan peserta didik.
Selanjutnya, berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulisan makalah ini kami beri judul “Educational Reform. The Role of Educational Technology”.

1.2  Maksud dan Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
a.    Melatih mahasiswa mengembangkan bahan ajar melalui karya tulis.
b.   Mendidik mahasiswa untuk mengetahui lebih banyak tentang materi yang
     dijelaskan.
c.    Agar mahasiswa mampu menjelaskan materi Educational Reform. The Role        of Educational Technology secara menyeluruh dengan cermat.
1.3  Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
1.      Apa Pengertian Reformasi Pendidikan?
2.      Bagaimana Peran Teknologi dalam Perkembangan Pendidikan di Indonesia
3.      Apa saja Manfaat dan Kelemahan dari Teknologi Pendidikan?



2.1       Pengertian Reformasi Pendidikan
            Secara umum istilah reformasi dapat diartikan sebagai usaha perubahan untuk memperbaiki keadaan. Pendidikan merupakan lini yang tidak dapat dipandang sebelah mata dalam pembangunan. Pendidikan yang didefinisikan sebagai proses pencerahan pe-manusia-an yang mengarah pada pen-dewasa-an secara bertanggung jawab. Hal ini memerlukan visi dan misi yang memiliki relevansi dengan keadaan dan tuntutan zamannya. Karena Setiap perubahan zaman akan mempengaruhi pula orientasi kebijakan  pendidikan, entah itu secara teoritis atau praktisnya.



Oleh karenanya perlu adanya revolusi pendidikan atau setidaknya reformasi bidang pendidikan. Agar setiap generasi dapat dibentuk sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zamannya. Artinya produk yang dihasilkan oleh proses pendidikan itu tidak sia-sia . Transformasi nilai-nilai teknodik yang diarahkan untuk pembangunan harus berpijak pada budaya setempat yang pada gilirannya akan menghasilkan insan yang berbudaya. Ia bukan hanya alih teknologi belaka, namun lebih berorientasi bagaimana memproduk teknologi yang berwawasan universal dengan menjunjung integrated local values.



Pendidikan bagi kehidupan manusia di era global seperti saat ini merupakan kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depannya. Tanpa melalui proses pendidikan yang baik, sulit kiranya bagi seseorang untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Bahkan, pendidikan tidak saja penting bagi kehidupan individual orang per orang, tetapi juga amat penting bagi tata kehidupan kolektif dalam rangka membangun fondasi jalan yang kokoh menuju terwujudnya masyarakat yang makmur, berkembang, dan mandiri. 



Reformasi di bidang pendidikan pada dasarnya merupakan upaya ke arah terbentuknya masyarakat madani, yaitu masyarakat yang ditandai dengan:
1)      Pemberdayaan warga Negara dan masyarakat agar tercapai keseimbangan antara pribadi dan Negara
2)      Hidup dan berkembangnya lembaga masyarakat dalam berbagai bentuk, sifat, dan besaran yang tergabung dalam suatu ikatan etika.
3)      Kehidupan moral yang menjunjung tinggi martabat manusia yaitu manusia sebagai subjek dan bukan objek pembangunan.
4)      Warga masyarakat berperan serta dalam membentuk suatu keluarga besar yang dijiwai semangat persaudaraan yang bersifat universal
5)      Tumbuh dan suburnya perkembangan kepekaan terhadap sesama dan lingkungan dengan saling menghargai, memperhatikan, kerja sama, dan peduli.




2.2     Peran Teknologi dalam Perkembangan Pendidikan di Indonesia

 

Dalam mengembangkan kurikulum, salah satu prinsip yang perlu diperhatikan adalah “sesuai dengan kebutuhan”. Namun, kesepakatan ini baru menjadi masalah apabila diikuti pertanyaan lanjutan, misalnya kebutuhan siapa? Untuk masyarakat yang mana? Masyarakat yang mau diarahkan kemana? Masyarakat agraris, masyarakat industri, masyarakat saat ini, masyarakat tahun 2025, atau masyarakat yang “melek” teknologi.
Kurikulum sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan selalu mendapat sorotan masyarakat termasuk pejabat, ilmuwan, kalangan industry dan orang tua yang merasa berkepentingan dengan hasil-hasil pendidikan. Bahkan, Winarno Surakhmad (2002:2) mensinyalir bahwa kurikulum yang diciptakan untuk “memecahkan masalah tertentu ternyata lahir justru sebagai masalah”. Oleh karena itu, pengembang kurikulum harus dapat menganalisis, mengadakan koreksi terhadap kekurangannya dan mencari alternative pemecahan masalah yang kreatif, inovatif, dan missioner.
Dalam inovasi pendidikan tidak bisa lepas dengan masalah revolusi metode, kurikulum yang inovatif, teknologi serta SDM yang kritis untuk bisa menghasilkan daya cipta dan hasil sekolah sebagai bentuk perubahan pendidikan. Untuk itu ada 5 teknologi yang dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik yaitu : sistem berpikir, disain sistem, kualitas pengetahuan, manajemen perubahan dan teknologi pendidikan.
Pembelajaran kurikulum teknologi pendidikan hendaknya berintikan pemecahan masalah dengan pendekatan empat pilar belajar, yaitu:
  1. Learning to know, yaitu peserta didik akan dapat memahami dan menghayati bagaimana suatu pengetahuan dapat diperoleh dari fenomena yang terdapat dalam lingkungannya. Dengan pendekatan ini diharapkan akan lahir generasi yang memiliki kepercayaa bahwa manusia sebagai kalifah Tuhan di bumi diberi kemampuan untuk mengelola dan mendayagunakan alam bagi kemajuan taraf hidup manusia.
  2. Learning to do, yaitu menerapkan suatu upaya agar peserta didik menghayati proses balajar dengan melakukan sesuatu yang bermakna.
  3. Learning to be, yaitu proses pembelajaran yang memungkinkan lahirnya manusia terdidik yang mandiri.
  4. Learning to live together, yaitu pendekatan melalui penerapan paradigma ilmu pengetahuan, seperti pendekatan menemukan dan pendekatan penyelidik akan memungkinkan peserta didik menemukan kebahagiaan dalam belajar.
2.3 Manfaat dan Kelemahan dari Teknologi Pendidikan
Begitu banyak manfaat yang kita dapatkan dari Teknologi Pendidikan, yaitu:
  1. Teknologi Pendidikan sebagai peralatan untuk mendukung kontruksi pengetahuan:
-          Untuk mewakili gagasan pelajar pemahaman dan kepercayaan.
-          Untuk organisir produksi, multi media sebagai dasar pengetahuan pelajar.
  1. Teknologi pendidikan sebagai sarana informasi untuk menyelidiki pengetahuan yang mendukung pelajar :
-          Untuk mengakses informasi yang diperlukan
-          Untuk perbandingan persektif, kepercayaan dan pandangan dunia.
  1. Teknologi pendidikan sebagai media social untuk mendukung pelajaran dengan berbicara.
  1. Teknologi pendidikan sebagai mitra intelektual untuk mendukung pelajar.
  1. Teknologi pendidikan dapat meningkatkan efektifitas dan efisien proses belajar mengajar.
Selain adanya manfaat teknologi pendidikan ada pula kekurangannya. Kekurangan dari teknologi pendidikan yaitu:
  1. Pihak guru yang tidak bisa mengoperasikan/menguasai elektronika akan tertinggal oleh siswa.
  2. Teknologi pendidikan memerlukan SDM yang  berkualitas untuk bisa mempercepat inovasi sekolah, sedangkan realita masih kurang.
  3. Teknologi pendidikan yang baik itu hardware maupun software membutuhkan biaya yang mahal.
  4. Keterbatasan sarana prasarana sekolah akan menghambat inovasi pendidikan
  5. Penggunaan teknologi pendidikan dalam bentuk hardware memerlukan kontrol yang tinggi dari guru atau orang tua terutama internet dan software.
  6. Siswa yang tidak mempunyai motivasi yang tinggi cenderung gagal.
DAFTAR PUSTAKA



Dwi Tonank Braugrana. JUNI. VII.2. Dasar Perlunya Teknologi Dalam Pendidikan
Hamzah B. Uno. 2011. Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi     Pendidikan di Indonesia. Jakarta. Bumi Aksara
Miarso, Yusufhadi. 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana         Prenada Media Group
Muhtadin, Ahmad Mudzakir, Indra Prasetyo, Nurni Hayati Fitri, Reza taufani. 2008.            PENERAPAN  TEKNOLOGI  PENDIDIKAN  DALAM  RANGKA  MENUJU Iinnovative  School”

 
Sumber: http://ekoagussetiawan.blogspot.com/2012/11/peran-teknologi-pendidikan-dalam.html

Senin, 13 April 2015

Alasan kenapa Badminton jarang sekali di tayangkan di TV Nasional

Baru-baru ini dunia per Twitteran ramai dengan kemunculan taggar #RIPTVNasional
 munculnya tagar #RIPTVNasional di puncak trending topic Indonesia.
Tagar tersebut adalah curahan pengguna media sosial Twitter menyusul kabar turnamen bulutangkis beregu campuran paling bergengsi di dunia, Piala Sudirman Cup 2015, yang akan digelar di Dongguan, Tiongkok pada 10-17 Mei nanti tidak akan ditayangkan di satu pun televisi nasional.
Seperti dikutip dari akun Facebook pribadi Kasubid PP PBSI Hubungan Internasional, Bambang Roedyanto, “Tidak ada TV swasta yang beli hak turnamen Super Series maupun Grand Prix Gold, jadi kemungkinan Sudirman Cup tidak disiarkan di Indonesia.”
Akun @BulutangkisRI pada pukul 10.06 WIB kemudian mengajak pencinta bulutangkis meluapkan kekecewaan via tagar tersebut lewat alasan yang cukup jelas.
Menilik sejarah Sudirman Cup, nama ajang ini diambil dari nama tokoh perbulu tangkisan Indonesia, almarhum Dick Sudirman, seorang pendiri PP PBSI yang juga dikenal sebagai bapak bulutangkis Indonesia.
Berikut tulisan dari @ZonaBulutangkis seperti dilansir Bolanews soal luapan kekecewaan tersebut.
Sejujurnya kami sudah terbiasa mengenai langkanya penayangan event Bulutangkis di televisi nasional. Kami sudah lelah ‘merengek’ ke stasiun-stasiun TV yang ada di Indonesia ini.
Tapi, untuk kejuaraan dua tahunan ini, kami rasa sangat disayangkan apabila nanti benar bahwa tidak ada TV Nasional yang mau menayangkan turnamen ini.
Memang, rating penayangan pertandingan bulutangkis tidak akan setinggi rating acara dangdutan atau sinetron yang ada saat ini. Tapi kami masih sangat percaya, bahwa bulutangkis Indonesia masih sangat disukai untuk ditonton oleh jutaan rakyat Indonesia. Kami butuh tayangan berkualitas yang bisa menyatukan rasa nasionalisme rakyat Indonesia.

saya akan coba kembali mengulas alasan kenapa pertandingan badminton jarang sekali di tayangkan di tv nasional...
WAJIB BACA SAMPE SELESAI!!!
1. Durasi pertandingan yang tidak menentu.
Mungkin ini juga salah satu faktor TV nasional masih males2an buat nyiarin bulutangkis, pasalnya dalam satu partai saja bisa setengah jam atau mungkin satu jam lebih. Jadi susah diprediksi kelarnya satu pertadingan. Ujung2nya acara selanjutnya yang mungkin bisa mendulang rating tinggi buat stasiun TV tersebut ga ditayangin. Sinetron mungkin. (perhitungan banget pkoknya... ) belum atlet yang boros durasi kaya nenek2 peyot itu *lol
2. Rating
Ya, ini faktor yang bisa dibilang paling penting. Buat apa membayar sebuah kontrak pertandingan mahal-mahal, toh wakil Indonesia juga kalah dibabak awal. (mungkin stasiun TV ada yang beranggapan seperti ini...) gue??? klo jadi dirut tv jugaq mikir kaya gini!
3. Format tayangan yang monoton
Ini juga penting. Banyak TV nasional yang telah menyiarkan secara live pertandingan bulutangkis sepertinya formatnya biasa2 saja. Coba bandingkan sama sepakbola atau Tenis, sangat berkelas sekali dalam menyajikan sebuah pertandingan sehingga penonton juga merasa puas melihatnya dan ga bosen... (apalagi yang menyiarkan bulutangkis secara live trus iklannya bejibun. pasti males kan??? )
4. Promosi
Entah bulutangkis kurang popular di Indonesia atau bagaimana yang jelas setiap sebuah kejuaraan yang akan dihelat oleh sebuah stasiun TV banyak yang belum mengetahuinya. Kita coba lirik sejenak gelaran Piala Sudirman yang bisa dibilang Piala Dunianya Bulutangkis akan dhelat besok saja banyak masyarakat Indonesia yang sama sekali ga tahu kalau Indonesia berpartisipasi dikejuaraan tersebut. (miris banget kan???)
5. Prestasi yang Stagnan
Ketika siaran bulutangkis dan kebetulan wakil Indonesia sedang bertanding, trus kalah pula. Pasti banyak yang kecewa trus ujung2nya pindah channel... (nah, rating TV-nya jadi turun kan?? males deh tu stasiun nyiarin lagi... uhukkk!!)
6. Media Cenderung menyiarkan keterpurukan bulutangkis
Masih ingat skandal Olimpiade yang melibatkan ganda putri Indonesia di Olimpiade London lalu??? berapa media yang membuat liputan khusus tentang hal itu?? trus kegagalan Piala Thomas dan Uber lalu juga demikian. dan ketika Indonesia berjaya di All England 2 kali berturut, media kemana?? paling2 cuma 1 atau 2 stasiun TV yang konsen... (terima ga terima ya memang seperti itu...)
7. Publik dan Negara kurang menghargai jasa Atlet
berapa atlet ya yang dulunya selalu mengibarkan bendera merah putih tapi sekarang jadi pengangguran bahkan parahnya jadi pengemis. (pemerintah kemana aja woi???). Kita juga lihat, ketika atlet Indonesia kalah bertanding, pasti rame tuh jejaring sosial pada ngebully atlet tersebut... (hayoo ngaku?? )
nahh... sekarang, semoga Badminton Lovers bisa mengerti kenapa pertandingan Badminton jarang ditayangkan di TV nasional kita.

Sabtu, 11 April 2015

[Review Buku] : Bulan - Tere Liye

 
 
Judul : Bulan
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia
Tahun Terbit : 2015
Halaman : 400 hlm
Harga : Rp 88,000
Namanya Seli, usianya 15 tahun, kelas sepuluh. Dia sama seperti remaja yang lain. Menyukai hal yang sama, mendengarkan lagu-lagu yang sama, pergi ke gerai fast food, menonton serial drama, film, dan hal-hal yang disukai remaja.
Tetapi ada sebuah rahasia kecil Seli yang tidak pernah diketahui siapa pun. Sesuatu yang dia simpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan dengan tangannya.
Namanya Seli. Dan tangannya bisa mengeluarkan petir.
***
Judulnya Bulan, bercerita tentang Klan Bulan yang bertualang di Klan Matahari.
Tim kami sangat berbeda. Ada Ali yang selalu santai dan merasa ini hanya petualangan seru. Seli yang selalu bertanya, terus memastikan dan cemas. Juga ada Ily yang disiplin, terkendali, dan menghitung setiap menit waktu berlalu. Dan aku, yang terus diliputi banyak pertanyaan, kebingungan, bahkan terkadang keraguan –Page 257
Singkat Cerita : Setelah enam bulan berlalu sejak perjalanan terakhir Ra, Seli dan Ali ke Klan Bulan akhirnya Miss Selena muncul kembali. Miss Selena membawa kabar bahwa Ra harus pergi ke klan Matahari untuk melakukan diplomasi. Namun, Miss Selena tahu, sejak perjalanan dari klan Bulan Ra, Seli dan Ali tidak dapat dipisahkan. Akhirnya, Seli dan Ali-pun akan turut serta dalam perjalanan diplomasi ke Klan Matahari bersama Miss Selena dan Av.

Diplomasi ke Klan Matahari dilakukan untuk mengajak klan Matahari bersekutu untuk mencegah terhadap ancaman perang yang mungkin dilakukan Tamus.

Mereka bertiga akan pergi ke Klan Matahari bersama Av,  Miss Selena dan Ily—lulusan terbaik akademi Klan Bulan yang merupakan anak Ilo-si desainer terkenal di klan Bulan. Mereka tiba di Klan Matahari tepat saat pembukaan Festival Bunga Matahari. 
Festival Bunga Matahari adalah perlombaan paling penting di Klan Matahari. Sembilan kontingen dari Sembilan fraksi seluruh negeri berlomba menemukan bunga matahari pertama mekar, di tempat yang tidak diketahui. Kontingen mana pun yang lebih dulu menemukan bunga itu akan memenangi festival. Peserta lomba adalah anak muda terlatih, tangguh dan menguasai kemampuan bertahan hidup terbaik, karena ada banyak rintangan untuk menemukan bunga itu – Page 77
Kadang, realita tak selalu berjalan mulus dengan yang direncanakan. Pengumuman Saba-tara-taba selaku pemandu festival membuat penonton stadion terkejut.
Hadirin, tahun ini kita akan memiliki kontingen kesepuluh untuk pertama kalinya dalam sejarah festival. Kontingen in tidak datang dari Klan Matahari, tapi dari sekutu lama kita, Klan Bulan. Mari kita memberikan salut untuk kontingen kesepuluh - Page 79
Av sangat kesal dengan situasi ini. Iya tidak menyangka Ra, Seli, Ali dan Ily mendapat kehormatan untuk mengikuti kompetisi ini. Setelah berdebat dengan Mala-tara-tana II, kawan korespondensi Av yang merupakan anggota konsil, Av akhirnya mengizinkan anak-anak untuk ikut dalam kompetisi ini dan anak-anak pun meyetujui untuk ikut serta.

Bulan bercerita mengenai sembilan hari bagi Klan Bulan (Ra, Seli, Ali dan Ily) menjadi peserta Festival Bunga Matahari di Klan Matahari. Yang Av, Miss Selena dan anak-anak tidak tahu adalah keikutsertaan anak-anak Klan Bulan merupakan bagian dari rencana Fala-tara-tana IV selaku ketua konsil Klan Matahari untuk mendapatkan kekuasaan mahabesar.
***
Kalian benar-benar rombongan paling aneh yang pernah kuseberangkan. Pertama, kalian tidak membawa uang walau sebutir. Kedua, lihatlah, bagaimana mungkin kalian peserta Festival Bunga Matahari. Selain masih remaja, komposisi kalian ganjil, tidak seragam, sangat berbeda satu sama lain. Ketiga, kamu justru mencemaskan keselamatan kontingen lainnya. Ini kompetisi, Nak. –Page 214
Seriously, I’m speechless. Bang Tere Liye, kok bisa menulis buku fantasy dengan sedetail ini dan selogic mungkin sih? Oh my God.

Sama seperti Bumi, Bulan benar-benar pure fantasy. Kalian harus—ah wajib—berimajinasi saat membaca buku ini. Walaupun ini fantasy, pembaca akan mudah masuk dalam cerita yang ditulis Tere Liye. Petualangan Ra, Seli, Ali dan Ily di Klan Matahari ini really really cool! 
Bulan masih diceritakan dari sudut pandang Ra juga celotehan Ali si genius. Menurut saya, alur buku ini rapi sekali, jalan ceritanya ngga lambat, pokoknya semua sesuai porsinya.
Unpredictable story. Susah buat nebak apa yang akan terjadi halaman selanjutnya. Ra, Seli, Ali dan Ily akan menemukan banyak rintangan dalam perjalanan mereka mengikuti kompetisi ini, dan bagian itulah keseruannya, bagian itulah yang menjadi konflik yang dibangun penulis.

Menemukan petunjuk dari alam, memecahkan teka-teki dan melewati rintangan merupakan tiga hal besar yang harus dilalui Ra, Seli, Ali dan Ily.

Menuju halaman terakhir, cerita malah makin seru. Buat yang belum baca, pesan saya jangan di skip-400 halaman sih-baca semuanya secara keseluruhan, dijamin seru :) Serius! 
Ya….walaupun unpredictable ending juga sih. Saya ngga nyangka endingnya kaya gitu, bang Tere Liye jahat T_T
Sungguh ada banyak hal di dunia ini yang bisa jadi kita susah payah menggapainya, memaksa ingin memilikinya, ternyata kuncinya dekat sekali : cukup dilepaskan, maka dia datang sendiri. Ada banyak masalah di dunia ini yang bisa jadi kita mati-matian menyelesaikannya, susah sekali jalan keluarnya, ternyata cukup diselesaikan dengan ketulusan, dan jalan keluar atas masalah itu hadir seketika –Page 209
Buku ini merupakan kelanjutan dari Bumi, namun buku ini bisa dibaca walaupun belum membaca buku pertamanya, karena beberapa detail penting cerita diselipkan kembali dalam Bulan. Jadi, buat pembaca lama yang lupa beberapa detail jadi ingat kembali dan buat pembaca baru bisa menikmati buku ini tanpa harus berpikir lah kok gini? Maksudnya?

Setting hutan, fighting dengan musuh, dan harimau salju putih sebagai tunggangan selama kompetisi. Ah! Detail ini mengingatkan saya pada sinetron yang sedang tayang, 7 Manusia Harimau. Bukan berarti Bulan sama kaya 7MH loh, jangan disamain..Beda. Hanya setting tempatnya aja yang sama :p Jangan-jangan penulis memang terinspirasi oleh 7MH saat menuliskan setting hutan dan harimau putih? :))

Sedikit nyinggung novel Rindu. Buat yang udah baca novel Rindu, kalian ingat kan setting cerita novel tersebut di atas kapal sehingga banyak adegan yang diulang-ulang? Bulan juga sama seperti Rindu, banyak adegan yang diulang-ulang. Sembilan hari Klan Bulan mengikuti kompetisi ini di alam terbuka, jadi adegan-adegan ngga jauh dari : jalan-istirahat-jalan-istirahat makan-jalan-tidur. Tapi, hal tersebut tidak mengurangi sama sekali keseruan dalam novel ini, hehe.

Finally, kalau kalian berpikir Bumi seru, Bulan itu….lebih seru. Oh, I can’t wait for Matahari—third book, ya.. next year sih. But, it’s oke.. :)
Kalau kita tidak tahu penjelasannya, bukan berarti itu jadi salah, bukan? –Page 190

Sumber:http://ardinanr.blogspot.com/2015/03/review-buku-bulan-tere-liye.html 
 

Jumat, 10 April 2015

“RINDU” – Resensi Novel Karya Darwis Tere Liye

Pernahkah, sekali saja sepanjang usiamu, kau memiliki sebuah pertanyaan mengenai kehidupan?
Pertanyaan tentang apa saja, apapun yang muncul dalam benakmu, apapun yang timbul dari pengalaman hidupmu.
Seperti…
“Apakah Tuhan masih mau memaafkan saya? Meski saya bergelimang dosa dan pernah hidup dengan cara yang nista dan hina?”
“Kenapa saya harus begitu membenci seseorang? Bagaimana caranya menghapuskan rasa benci ini?”
“Kenapa saya harus jatuh cinta? Kenapa ketika jatuh cinta, bukan bahagia yang memenuhi hati ini, tapi malah rasa sakit yang tak terperi? Kenapa Tuhan memberikan rasa cinta lantas Ia menghadapkan kita pada kenyataan bahwa cinta itu tak bisa kita miliki?”
“Kenapa Tuhan mengambil orang-orang yang sangat kita cintai? Kenapa tak bisa menunggu sedikit saja, sebentar saja, hingga apa yang kami impikan dan harapkan bisa menjadi kenyataan?”
“Kenapa rasanya begitu munafik? Memberikan nasehat dan kata-kata bijak pada orang lain namun diri sendiri tak bisa melakukan sesatu yang benar?”
Pertanyaan-pertanyaan itu, terangkum dalam kisah 5 orang anak manusia yang diceritakan dalam novel ini. Lima orang dengan latar belakang, usia, daerah asal dan karakter yang berbeda-beda. Mereka disatukan dalam sebuah perjalanan yang sama, untuk menggenapkan rukun islam yang kelima, dalam sebuah kapal uap bernama Blitar Holland. Kisah-kisah ini mengambil latar pada masa pendudukan dan penjajahan Belanda di Indonesia, tepatnya pada tahun 1938 Masehi, tujuh tahun sebelum kemerdekaan Indonesia.
Kalau saya boleh jujur, menurut saya membaca buku ini tidaklah mudah. Butuh semangat yang lebih untuk bisa menuntaskan bait demi bait tulisannya, lembar demi lembar halamannya. Mungkin karena saya lebih terbiasa membaca novel dengan ketebalan yang tidak melebihi 400 halaman, sehingga untuk yang satu ini membuat saya sedikit harus berusaha ekstra.
Ada banyak ulasan mengenai kapal uap, mengenai kegiatan para kelasi kapal, yang sejujurnya tidak begitu saya pahami dan tidak begitu menarik untuk saya telusuri lebih detail. Tapi apalah arti sebuah buku tanpa ada bumbu-bumbu penyedap. Mungkin bagian yang menjabarkan mengenai kapal uap, kelasi dan dermaga ini adalah bumbu penyedap yang diberikan penulis dalam buku ini setebal 544 halaman ini, yang menurut pembaca lain (selain saya) bisa jadi menarik untuk dibaca. Namun saya merasa sangat penting untuk terus membaca tiap lembar isinya, karena ditiap lembar bagian awal buku ini terletak kunci-kunci yang nantinya akan sangat berkaitan dengan bagian akhir cerita.
Dan yang membuat saya merasa puas adalah cara penulis menarasikan nasehat-nasehat yang disampaikan melalui lisan seorang ulama mahsyur bernama Gurutta, salah satu tokoh utama dalam novel ini, yang juga merupakan tokoh favorit saya. Nasehat-nasehat itu sepertinya keluar benar-benar dari seorang ulama besar dengan segala kebijaksanaan yang dimilikinya. Sampai-sampai saya berpikir, “Andai saja ada ulama seperti ini di Indonesia, mungkin saya akan hijrah ke tempat asal beliau dan meminta untuk menjadi muridnya.”.
Permasalahan yang dialami tokoh-tokoh dalam novel tersebut mungkin tak jauh beda dengan permasalahan yang selama ini kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Satu tokoh memiliki satu permasalahan yang berbeda dengan tokoh lainnya. Tiap masalah memunculkan satu pertanyaan besar. Masalah dan pertanyaan itu lah yang menjadi bagian terpenting dari cerita dalam novel ini. Inilah yang akan saya jabarkan satu per satu dalam resensi ini.

Masa Lalu Yang Kelam
Siapa diantara kita yang tak punya masa lalu? Pasti semua memiliki masa lalu dengan ceritanya masing-masing. Jika masa lalu kita indah maka tak akan jadi soal. Namun jika masa lalu kita buruk, inilah yang menjadi masalah.
Dalam novel ini salah satu tokoh nya memiliki masa lalu yang begitu kelam. Masa lalu yang sama sekali tak ingin dia ingat, yang kalau bisa rasanya ingin dia hapuskan dari memori otaknya. Ia dulu pernah menjadi seorang pelacur, atau dalam bahasa novel tersebut, seorang ‘cabo’. Ia merasa begitu hina dan kotor karena profesi yang dulu pernah bertahun-tahun dilakoninya tersebut. Hingga ia merasa perlu untuk melarikan diri dari segalanya, dari kehidupannya yang dulu, dari keluarganya, dari daerah asalnya, karena takut dikenali orang-orang sebagai seorang mantan ‘cabo’. Ia sampai merubah namanya, dari Ling Ling menjadi Bonda Upe.
Bukan hanya masa lalu nya itu yang membuatya resah, namun pertanyaan yang muncul setelahnya. Kini ia sedang dalam perjalanan menuju tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Ia takut sekali dan terus mempertanyakan, “Apakah Allah menerima ibadah haji seorang mantan cabo?”. Masa lalu dan pertanyaan tersebut terus menghantui dirinya hingga membuatnya takut untuk bersosialisasi, takut bertemu dengan banyak orang, takut ada yang membuka identitas nya sebagai mantan cabo. Hingga ia memilih untuk menjadi orang yang sangat tertutup dan enggan berteman dengan siapapun.
Namun jawaban yang diberikan Gurutta, sang ulama bijak itu, telah menjawab semua kegundahan hatinya. Izinkan saya mengutip rangkaian nasihat indah yang diberikan Gurutta pada Bonda Upe, yang mungkin juga bisa menjadi pelipur lara bagi pembaca sekalian yang juga sedang bergelut dengan masa lalu yang kelam.
“Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu, berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan, dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan yang lebih bahagia.”
“Tentang penilaian orang lain, tentang cemas diketahui orang lain siapa kau sebenarnya. Maka ketahuilah, saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi, kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. Maka, tidak relevan penilaian orang lain.”
“Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tidak perlu siapa pun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena sebenarnya yang tahu persis apakah kita bahagia atau tidak, tulus atau tidak, hanya diri kita sendiri. Kita tidak perlu menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri.”
“Kita tidak perlu membuktikan pada siapapun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik itu.”
“Apakah Allah akan menerima seorang pelacur di Tanah suci? Jawabannya hanya Allah yang tahu, kita tidak bisa menebak, menduga, memaksa, merajuk, dan sebagainya. Itu hak penuh Allah. Tapi ketahuilah, Nak, ada sebuah kisah sahih dari Nabi kita. Mungkin itu akan membuatmu menjadi mantap. Sebuah kisah tentang pelacur yang memberikan minumnya kepada anjing yang kehausan padahal ia juga sangat haus dan sisa air tinggal sedikit. Hingga akhirnya pelacur itu menjemput ajalnya karena kehausan, namun karena amal baiknya pada seekor anjing, Allah mengampuni dosa-dosanya.”
“Jadi apakah Allah akan menerima ibadah haji seorang pelacur? Hanya Allah yang tahu. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa berharap atas ampunanNya. Selalu takut atas azabNya. Belajarlah dari riwayat itu. selalulah berbuat baik Upe, selalu. Maka semoga esok lusa, ada satu perbuatan baikmu yang menjadi sebab kau diampuni. Mengajar anak-anak mengaji misalnya, boleh jadi itu adalah sebabnya.”
Itulah tiga inti dari nasehat indah yang diberikan Gurutta. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu, berhenti cemas dengan penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin.
Tentu saja, masa lalu kelam memang tak bisa dengan mudah dilupakan. Tapi kita punya dua pilihan, apakah akan terus berusaha melarikan diri darinya, atau mengikhlaskannya sebagai bagian tak terpisahkan dari hidup kita. Sungguh kata-kata Gurutta telah lebih dari cukup menjelaskan segalanya, bahwa lari dari masa lalu justru akan membuat kita hidup dalam siksaan yang lebih menyakitkan. Siksaan karena pernah hidup dengan cara yang kotor, siksaan karena ingin menjadi sebersih mungkin dalam pandangan semua orang meskipun tahu masa lalu itu tak bisa dihapuskan. Tersiksa sekali jika harus hidup seperti itu. Maka tak ada cara lain selain mengikhlaskannya.
Biarkanlah masa lalu itu tetap menjadi masa lalumu, terima ia sebagai pelajaran indah yang diberikan Allah sehingga kini kau tahu jalan mana yang harus kau tempuh agar tidak kembali jatuh ke dalam jurang yang sama. Dan jangan biarkan rasa cemas terhadap penilaian orang lain semakin memperburuk hari-harimu. Karena manusia memang tempat khilaf dan salah. Tak ada manusia di dunia ini yang lepas dari dosa dan kesalahan. Bila memang ada orang lain yang menilai buruk tentangmu, ikhlaskan lah. Jika kata-kata yang ia sampaikan adalah benar, jadikan itu sebagai pecut untuk merubah diri menjadi lebih baik lagi. Namun jika kata-kata yang ia sampaikan salah dan tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya kau alami, jadikan itu sebagai ladang pahala bagimu dengan bersabar menghadapi cacian dan hinaan darinya, sambil mendoakan semoga Allah membukakan pintu hatinya untuk menyadari kesalahannya.
Allah itu maha pengampun, sungguh. Namun bukan berarti sifat maha pengampun yang dimiliki Allah ini boleh kita jadikan untuk berulang kali melakukan kesalahan dan dosa, karena tahu esok lusa pasti akan diampuni Allah. Itu salah besar. Seperti yang Gurutta katakan, berbuat baiklah sebanyak-banyaknya. Taubat lah dengan sebenar-benarnya taubat, dengan berjanji pada Allah, dan berikrar di dalam diri, tak akan lagi mengulangi kesalahan yang sama. Mungkin dengan begitu Allah yang maha pengampun, maha pemurah dan maha penyayang akan mengampuni kita, membersihkan seluruh dosa dan kotoran yang menempel di masa lalu kita. Kita tak pernah tahu kapan itu akan terjadi. Tapi yakinlah, barang siapa yang senantiasa berusaha menjadi hamba yang dicintai Allah, maka Allah akan lebih-lebih mencintainya.

Kebencian yang Mendalam
Rasa benci memang selalu menjadi biang kerok. Rasa benci terhadap seseorang membuat kita tak sedikit pun mau berkomunikasi dengan orang tersebut, bahkan tak mau mendengar namanya, tak mau berurusan dengan apapun yang ada kaitan dengannya. Dan bagaimana jadinya jika rasa benci yang begitu besar itu malah kita berikan pada seseorang yang seharusnya kita cinta, yang seharusya kita hormati? Bagaimana jadinya jika yang kita benci itu adalah orang tua kita sendiri?
Dalam kisah kedua, seorang tokoh bernama Daeng Andipati, memiliki rasa benci yang telah bertahun-tahun ia rasakan dan ia simpan pada Ayahnya sendiri. Karena perlakukan kejam sang ayah terhadap dirinya dan seluruh keluarganya, tak terkecuali terhadap ibunya. Hingga akhirnya sang Ibu meninggal setelah dipukuli sang ayah. Rasa benci inilah yang memunculkan pertanyaan besar dalam diri Daeng. Bagaimana mungkin ia akan pergi naik haji dengan membawa kebencian sebesar itu? apakah Tanah Suci akan terbuka bagi seorang anak yang membenci ayahnya sendiri? Bagaimana caranya agar ia bisa memaafkan, melupakan semua? Bagaimana caranya agar semua ingatan itu enyah pergi?
Gurutta kembali memberikan jawaban yang sungguh bijak, yang mampu menyentuh relung hati terdalam Daeng,
“Kita sebenarnya sedang membenci diri sendiri saat membenci orang lain. Ketika ada orang jahat, membuat kerusakan di muka bumi, misalnya, apakah Allah langsung mengirimkan petir untuk menyambar orang itu? Nyatanya tidak. Bahkan dalam beberapa kasus, orang-orang itu diberikan begitu banyak kemudahan, jalan hidupnya terbuka lebar. Kenapa Allah tidak langsung menghukumnya? Kenapa Allah menangguhkannya? Itu hak mutlak Allah. Karena keadilan Allah selalu mengambil bentuk terbaiknya, yang kita selalu tak paham.”
“Apakah kita berhak membenci orang lain? Sedangkan Allah sendiri tidak mengirimkan petir? Kenapa kita harus benci? Kenapa? Padahal kita bisa saja mengatur hati kita, bilang saya tidak akan membencinya. Toh itu hati kita sendiri. Kita berkuasa penuh mengatur-aturnya. Kenapa kita tetap memutuskan membenci? Karena boleh jadi, saat kita membenci orang lain, kita sebenarnya membenci diri sendiri.”
“Saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya, bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati.”
Membenci dan memaafkan. Dua kata yang sangat bertolak belakang. Namun tepat seperti yang Gurutta katakan, hati kita punya kemampuan untuk memilih antara keduanya, apakah kita akan membenci ataukah memaafkan seseorang. Bukankan setiap kita mengingkan kebahagiaan? Menginginkan kedamaian dalam hidup? Lantas, bisakah kebahagiaan dan kedamaian itu kita dapatkan dari membenci orang lain? Justru sebaliknya. Saat kita memutuskan untuk membenci seseorang, maka sepanjang hidup kita akan terus menerus bergelut dengan rasa benci itu. Kita tak mau dekat-dekat orang yang dibenci, tak mau berurusan dengannya, tak mau bicara dengannya, apalagi melihat batang hidungnya, tak sudi orang-orang terdekat kita berurusan dengannya, tak mau pekerjaan kita diambil alih oleh dirinya, tak mau satu tempat kerja dengannya, tak mau mendengar namanya. Ah, benar-benar menyesakkan.
Namun jika kita memilih untuk memaafkan, kita akan selalu tersenyum, sabar dan ikhlas menerima apapun kelakuan buruk yang dilakukan orang lain, dan justru mendoakan orang itu agar dimaafkan dan dibukakan pintu hatinya untuk mengetahui kesalahannya. Kita tak perlu jauh-jauh mencari contoh, Rasulullah SAW. Sendiri telah memberikan kita suri tauladan yang baik dalam hal bersabar dan memaafkan orang lain. Meskipun dicaci, dihina, difitnah, dilempari batu hingga kakinya lengket dengan sandalnya yang dilumuri darah, pernahkah Beliau membenci orang-orang yang mendzolimi dan berbuat buruk padanya? Pernahkah beliau mendendam? Pernahkah beliau menghujat balik atau memperlakukan orang itu dengan buruk juga? Tidak pernah sekali pun. Beliau malah berkata, “Ya Allah, maafkan ummatku, mereka melakukan ini karena mereka tidak tahu bahwa mereka salah.” Sungguh tidak ada contoh manusia di dunia ini yang memiliki sifat mulia melebihi kemuliaan beliau.
Seorang Rasul, yang sama-sama manusia seperti kita pun bisa memilih untuk tidak membenci. Bahkan Allah pun tidak segera mengazab orang yang kita benci. Lantas mengapa kita harus repot-repot, susah-susah, dan menyiksa diri dengan memilih membenci orang lain? Sulit memang untuk dijalani, sulit sekali. Tapi tak ada salahnya mencoba. Semoga Allah memberikan kedamaikan di hati kita.

Cinta yang Pergi dan Cinta yang Tak Bisa Dimiliki
Cinta, satu kata dengan berjuta kisah di dalamnya. Berlebihan? Saya rasa tidak. Karena memang begitulah adanya. Cinta bisa menghinggapi hati siapa saja, seluruh manusia di belahan bumi manapun. Tak terkecuali saya. Dan mungkin kisah mengenai cinta yang diwakilkan oleh dua orang tokoh dalam novel ini bisa memberikan sedikit pencerahan untuk siapa pun di luar sana yang terkena efek ‘galau’ akibat cinta yang pergi, ataupun cinta yang tak bisa dimiliki.
Kisah pertama tentang cinta ini adalah kisah seorang kakek tua yang akrab dipanggil Mbah Kakung. Dalam perjalanan menuju Tanah Suci, Mbah Kakung kehilangan cinta sejatinya, yakni sang istri, mbah putri. Padahal perjalanan haji ini adalah perjalanan yang amat mereka nanti-nantikan. Ini adalah pembuktian cinta mereka berdua yang telah berjuang bersama untuk mengumpulkan keping demi keping uang selama bertahun-tahun untuk bisa naik haji, karena mereka bukan berasal dari keluarga yang berada. Mimpi Mbah Kakung kandas seketika setelah ditinggalkan oleh Mbah Putri. Ia tak bisa terima, mengapa Istrinya tercinta harus diambil Allah sekarang? Saat sebentar lagi mereka akan sampai di Tanah Suci? Mengapa tak bisa menunggu sebentar saja?
Menjawab kekecewaan dan kesedihan Mbah Kakung, Gurutta kembali mengeluarkan nasehat yang sungguh bijak. Dengan bahasa yang penuh hati-hati karena bicara dengan orang yang lebih tua darinya, ia bisa mendamaikan hati Mbah Kakung. Gurutta berpesan,
“Lahir atau mati adalah takdir Allah. Kita tidak bisa menebaknya. Kita tidak bisa memilih orangtua, tanggal, tempat….tidak bisa. Itu hak mutlak Allah. Kita tidak bisa menunda, maupun memajukannya walau sedetik. Kenapa Mbah Putri harus meninggal di kapal ini? Allah yang tahu alasannya. Dan ketika kita tidak tahu, tidak mengerti alasannya, bukan berarti kita jadi membenci, tidak menyukai takdir tersebut. Amat terlarang bagi seorang muslim mendustakan takdir Allah.”
“Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Segala sesuatu yang kita anggap buruk, boleh jadi baik untuk kita. Sebaliknya, segala sesuatu yang kita anggap baik, boleh jadi amat buruk bagi kita. Mulailah menerima dengan lapang hati. Karena kita mau menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa basi menyapa pun tidak. Tidak peduli, Nah. Kabar baiknya, karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya.”
“Biarkanlah waktu mengobati seluruh kesedihan. Ketika kita tidka tahu mau melakukan apa lagi, ketika kita merasa semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saatnya untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik. Hari demi hari akan menghapus selembar demi selembar kesedihan. Minggu demi minggu akan melepas sepapan demi sepapan kegelisahan, bulan, tahun, maka rontok sudahlah bangunan kesedihan di dalam hati. Biarkanlah waktu mengobatinya, maka semoga kita mulai lapang hati menerimanya. Sambil terus mengisi hari-hari dengan baik dan positif.”
“Dalam Al Qur’an, ditulis dengan sangat indah, minta tolonglah kepada sabar dan shalat. Bagaimana mungkin sabar bisa menolong? Tentu saja bisa. Dalam situasi tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling dahsyat. Tiada terkira. Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada tara.”
Lagi-lagi kita dihadapkan pada sesuatu yang sebenarnya bisa kita pilih. Sedih, siapa yang tak pernah merasa sedih. Sedih karena cinta, itu juga pasti pernah dirasakan semua orang. Namun kenapa kesedihan itu ada yang bisa bertahan lama, bertahun-tahun pada sebagian orang dan bisa berlalu, lenyap setelah beberapa hari bagi sebagian yang lain. Karena hati mereka telah memilih. Ada yang memilih untuk terus menerus hidup dalam kungkungan kesedihannya, ada pula yang memilih untuk ‘move on’ dan menjalani hidup dengan lebih lapang dada dengan mengikhlaskan kesedihan itu pergi dibawa oleh waktu.
Saya maupun penulis novel ini tidak bermaksud untuk menyepelekan rasa sakit dan kehilangan yang dirasakan oleh orang-orang yang ditinggal pergi oleh orang yang dicintainya, sungguh tidak. Tapi memang kematian itu pasti datangnya, karena setiap yang bernyawa pasti akan mati. Tak terkecuali saya, tak terkecuali anda, dan seluruh manusia di dunia ini. Sejauh apapun dia berlari, sehebat apapun dia bersembunyi, ajal Allah pasti akan tetap mendatanginya jika sudah saatnya. Maka siapa yang bisa mengelak? Dan apa yang bisa kita sesalkan dari kematian yang sudah pasti itu? Apa yang bisa kita salahkan? Tidak ada. Karena benar kata Gurutta, itu hak mutlak Allah sebagai sang maha pencipta. Karena kita ini miliki Allah, raga dan nyawa ini milik Allah, semua yang kita cintai di dunia ini milik Allah, maka ia berhak mengambilnya kapanpun ia mau, entah kita siap atau tidak menghadapinya.
Respon yang kita berikan saat menghadapi takdir Allah itulah yang kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah. Apakah kita bisa ikhlas, atau malah kita tak mau terima sampai akhir. Kita perlu mengingat lagi, apa tujuan kita hidup di dunia ini, apa maksud Allah menciptakan manusia di dunia ini. Ia ingin kita terus beribadah kepadanya, menyembahnya, mengabdi padaNya, berserah diri kepadaNya, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan akhirat. Dunia bukanlah akhir segalanya, alam akhirat lah yang menjadi tempat kita akan hidup selama-lamanya. Maka persiapkanlah bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan sebaik-baiknya. Bersedihlah, tiada yang melarang. Justru tak bisa merasakan sedih itu tidak normal. Tapi setelah puas bersedih beberapa hari, lantas bangkitlah dan lanjutkan misi untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan akhirat. Bisa jadi sebulan, seminggu, atau beberapa hari kemudian justru kita yang mendapat giliran. Semoga Allah masih memberikan kita kesempatan untuk terus memperbaiki diri.
Kisah cinta yang kedua adalah kisah tentang cinta yang bisa dimiliki. Seorang pelaut bernama Ambo Uleng telah jatuh cinta dengan seorang anak gadis dari keluarga kaya dan terpandang. Dan cinta nya ditolak mentah-mentah oleh keluarga sang gadis hanya karena ia bukan anak bangsawan, bukan dari kalangan terpelajar, dan tidak memiliki harta yang cukup banyak untuk meminang sang gadis. Padahal sang gadis juga diam-diam menyukai dirinya. Kenyataan pahit ini membuat Ambo Uleng memutuskan untuk pergi sejauh mungkin dari kota tempat tinggalnya, dan bergabung dalam rombongan kapal penunmpang haji dengan mendaftar menjadi seorang kelasi. Ia pun sama seperti tokoh-tokoh lainnya, mengutarakan kesedihan dan kehancuran yang dirasakan hatinya pada Gurutta, sang ulama mahsyur itu. Gurutta lagi-lagi mampu memberikan jawaban yang bijak atas pertanyaan dan kegundahan yang dirasakan Ambo Uleng. Dan kalau boleh jujur, nasehat ini juga menjawab semua kegundahan dan kesedihan yang selama ini saya rasakan.
“Apakah arti cinta sejati itu? Maka jawabannya, dalam kasus kau ini, cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya. Persis seperti anak kecil yang menghanyutkan botol tertutup di lautan, dilepas dengan rasa suka cita. Aku tahu, kau akan protes, bagaimana mungkin? Kita bilang itu cinta sejati, tapi kita justru melepaskannya? Tapi inilah rumus terbalik yang tidak pernah dipahami para pecinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahami penjelasannya, tidak bersedia.”
“Lepaskanlah. Maka esok lusa, jika dia adalah cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu. Kisah-kisah cinta di dalam buku itu, di dongeng-dongeng cinta, atau hikayat orang tua, itu semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta kau, siapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita paling sempurna di muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau mau meyakini bahwa kisah kau pastilah yang terbaik yang dituliskan.”
“Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki, tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri. Cinta itu ibarat bibit tanaman. Jika ia tumbuh di tanah yang subur, disiram dengan pupuk pemahaman baik, dirawat dengan menjaga diri, maka tumbuhlah dia menjadi pohon yang berbuah lebat dan lezat. Tapi jika bibit itu tumbuh di tanah yang kering, disiram dengan racun maksiat, dirawat dengan niat jelek, maka tumbuhlah ia menjadi pohon meranggas, berduri, berbuat pahit.”
“Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Sekali kau bisa mengendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka sebesar apa pun wujud kehilangan, kau akan siap menghadapinya. Jika pun kau akhirnya tidak memiliki gadis itu, besok lusa kau akan memperoleh pengganti yang lebih baik.”
Mungkin banyak dari pembaca yang juga memiliki pengalaman seperti ini, mencintai seseorang, sudah berusaha untuk mendapatkannya dengan cara yang benar dan sesuai kaidah agama, tapi ternyata tak ada jalan, buntu. Entah karena dia yang belum siap menikah, karena dia tidak bisa menerima kita, atau karena masalah keluarga seperti yang dialami Ambo Uleng. Atau bisa jadi karena kita yang merasa belum siap untuk melangkah lebih jauh, hanya berani menyimpan perasaan dalam-dalam di hati, namun tak berani diutarakan karena tahu tanggung jawab yang akan mengekori setelah ‘pengutaraan cinta’ itu akan sangat besar, dan kita belum siap untuk menjalani dan menghadapinya. Jadilah kita anak-anak manusia yang jatuh dalam kondisi ‘menggalau’. Tidak tahu harus berbuat apa untuk menolong diri sendiri, rasanya hampa, sedih. Tiba-tiba saja air mata jadi teman yang sangat setia menemani hari-hari kita.
Tapi benar apa yang dikatakan Gurutta, cinta sejati adalah cinta yang bisa melepaskan, merelakan, mengikhlaskan yang dicintai pergi. Jika sudah berusaha, jika sudah menempun jalan yang benar, berharap dan berdoa pada Allah dalam setiap sujud di tengah malam, lantas jawaban yang didapatkan tak seperti yang diharapkan, tak ada yang bisa kita lakukan selain mengikhlaskannya. Marah-marah? Merajuk? Mendendam? Itu jelas bukan pilihan yang baik. Mengejar-ngejar terus sampai tak mempedulikan batasan norma kesopanan dan agama? Itu juga jelas bukan jawabannya. Maka mengikhlaskan, melepaskannya pergi, membiarkannya terbang bebas, hanya itulah yang bisa kita lakukan.
Menangislah, hingga matamu bengkak, hingga semua tenagamu habis, hingga air matamu mengering dengan sendirinya, hingga kau lelah dan terlelap dalam tangismu. Tak ada yang melarangmu untuk menangis. Bersedihlah, tak pernah Allah membenci orang yang bersedih.  Tapi sekali lagi, Gurutta benar dengan mengatakan “Jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri”. Lepaskan semua kesedihanmu dengan menangis hingga kau lelah dan terlelap, untuk selanjutnya bangun di pagi hari dan melanjutkan kehidupan dengan penuh rasa ikhlas. Isilah hari-harimu dengan semua hal positif yang bisa kau lakukan. Menulis, contohnya. Siapa tahu dengan menulis di blog, atau dalam lomba resensi novel seperti ini kau malah bisa menghasilkan karya-karya indah yang bisa menggugah hati banyak orang. Dan dengan membaca tulisanmu, orang lain bisa lebih bersemangat menjalani kehidupannya. Sungguh luar biasa efek dari patah hati dan jatuh cinta ini, kalau kita bisa menyikapinya dengan cara yang positif.
Dan tak ada yang pernah tahu skenario Allah. Allah selalu punya kejutan yang kadang tak pernah kita sangka-sangka. Bisa jadi dengan melihat usaha kita untuk ikhlas menerima takdir yang telah Ia gariskan, Allah malah menyimpan sesuatu yang sangat indah untuk kita. Yang baru akan kita ketahui di masa depan. Sungguh, Allah tak akan pernah menyia-nyiakan makhluknya yang senantiasa bersabar dan ikhlas dalam menghadapi semua ujian dariNya.

Kemunafikan dan Rasa Takut Kehilangan
Inilah kisah kelima, kisah dan pertanyaan besar yang ternyata datang dari seorang laki-laki paling bijak diantara seluruh tokoh di atas. Laki-laki yang selalu dimintai nasehat dan pendapatnya tentang segala permasalahan. Kisah ini datang dari Gurutta, sang ulama mahsyur itu.
Mungkin bagi beberapa orang, peperangan dan pertumpahan darah adalah sesuatu yang sangat amat tidak baik dan tidak layak untuk dilakukan. Karena dengan peperangan, kita bisa kehilangan orang-orang yang kita sayangi, kita bisa kehilangan segalanya. Oleh karenanya orang-orang tersebut memilih jalan yang lebih damai, salah satu contohnya seperti yang dilakukan oleh gurutta, ia memilih untuk menulis. Ia juga ingin negeri ini merdeka dari penjajahan, tapi ia terlalu takut untuk ikut serta dalam peperangan, selalu menghindar dari medan perang, dan lebih memilih melawan dengan cara yang lembut, melalui tulisan-tulisan dan ceramah-ceramah agama.
Namun pilihannya untuk menempuh jalan damai itu seketika dipertanyakan dalam sebuah kondisi yang begitu genting dan mendesak, yakni ketika kapal yang ia tumpangi bersama ribuan orang lainnya dibajak oleh perompak. Ambo uleng sudah menyusun rencana penyerangan balik terhadap para perompak tersebut, namun dilain pihak Gurutta malah tidak menyetujui rencana tersebut. Ia menolak mentah-mentah dengan alasan akan banyak korban yang jatuh jika memutuskan untuk melakukan penyerangan balik.
Dalam kondisi genting itulah, Ambo Uleng, seorang laki-laki yang bukan berasal dari kalangan berpendidikan tinggi, yang hanya seorang kelasi dapur itu mampu membuat Gurutta menyadari kesalahan terbesarnya, membuat sang Ulama menemukan jawaban dari pertanyaan besar yang selama ini menghantuinya.
“Aku tahu, sejak kejadian di Aceh, meninggalnya Syekh Raniri dan Cut Keumala, sejak saat itu Gurutta berjanji tidak akan menggunakan kekerasan lagi. Melawan lewat kalimat lembut, tulisan-tulisan menggugah, tapi kita tidak bisa mencabut duri di kaki dengan itu, Gurutta. Kita harus mencabutnya dengan tangan. Sakit memang, tapi harus dilakukan.”
“Aku tahu Gurutta tidak mau lagi kehilangan orang-orang yang Gurutta sayangi, tapi kebebasan pantas dibayar dengan nyawa. Aku membutuhkan Gurutta dalam rencana ini.”
“Gurutta masih ingat ceramah Gurutta beberapa hari lalu di masjid kapal? Lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan tanganmu, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampai dengan perkasa. Atau dengan di dalam hati, tapi itu sungguh selemah-lemahnya iman.”
“Ilmu agamaku dangkal Gurutta. Tapi malam ini, kita tidak bisa melawan kemungkaran dengan benci di dalam hati atau lisan. Kita tidak bisa menasihati perompan itu dengan ucapan-ucapan lembut. Kita tidak bisa membebaskan seluruh penumpang dengan benci di dalam hati. Malam ini kita harus menebaskan pedang. Percayalah Gurutta, semua akan berjalan baik. Kita bisa melumpuhkan perompak itu. Aku mohon. Sungguh aku mohon. Rencana ini sia-sia jika Gurutta tidak bersedia memimpinnya.”
Begitulah kalimat-kalimat yang mengalir dari seorang kelasi rendahan bernama Ambo Uleng. Kalimat-kalimat yang bagaiakan tamparan yang begitu keras mengenai pipi Seorang Ulama mahsyur dan bijak seperti Gurutta. Ia yang selama ini selalu tenggelam dalam tulisan-tulisan dan buku-buku ia yang buat, ia yang selama ini selalu mensyiarkan ajaran islam dan memberikan nasihat-nasihat bijak pada orang lain tiba-tiba merasa begitu tak berdaya ketika dihadapkan pada situasi terdesak oleh pelaku kemungkaran. Ia merasa begitu munafik karena selama ini dengan mudahnya nasihat-nasihat bijak mengalir dari mulutnya, namun justru ketika dihadapakan pada posisi sulit seperti itu, ia malah tak mampu berada di garda terdepan untuk memperjuangkan ummat nya.
Gaya kepemimpinan yang baik juga telah dicontohkan oleh Rasul kita Muhammad SAW. Ketika daulah islam belum terbentuk, beliau masih terus menempuh jalan dakwah. Mensyiarkan agama melalui kalimat-kalimat santun dan baik ke seluruh penduduk kota Mekah yang saat itu masih hidup dalam gaya dan sistem yang jahiliyah. Namun ketika telah berdiri Daulah/Negara Islam pertama di Madinah, dan dengan terbentuknya negara ini maka telah terbentuk pula pasukan keamanan yang mampu melindungi kedaulatan negara dan melindungi ummat, maka setiap kali ada bangsa atau kaum kafir yang ingin menyerang Madinah dan melukai ummat Muslim, Rasulullah tak gentar untuk menanggapi ajakan berperangan tersebut. Beliau pun menjadi pemimpin di tiap peperangan, berada di garda terdepan pasukan pembela ummat muslim. Dengan membawa panji-panji Islam, pasukan yang gagah berani itu memenangkan sebagian besar peperangan melawan Kafir. Karena dilindungi oleh Rasulullah dan pasukan yang siap mati syahid dalam jihad di jalan Allah, ummat bisa hidup dalam perlindungan penuh.
Begitulah seharusnya seorang ulama bertindak, mencontoh teladan Rasulullah yang tak pernah gentar melawan pasukan kafir quraisy meskipun jumlah pasukan mereka kalah banyak dibanding pasukan musuh. Peperangan memang kejam, karena akan ada begitu banyak nyawa yang melayang. Dan Allah benci jika ada nyawa muslim yang mati sia-sia. Namun jika ummat yang sudah terdesak, tidak lagi memiliki kesempatan untuk hidup dengan damai dan menjalankan ibadah dengan tenang karena berada di bawah ancaman, seperti yang terjadi pada bangsa Indonesia saat masa penjajahan, maka tak ada jalan lain yang bisa dilakukan selain melawan, berperang di jalan Allah. Pada masa Rasulullah masih memimpin ummat dulu, Allah lah yang mengizinkan untuk dilakukan peperangan, karena Allah tahu ummat sudah terdesak, dan tak ada jalan keluar lain untuk melindungi nyawa-nyawa lainnya yang tak berdosa selain dengan mengerahkan pasukan dan menjawab tawaran untuk berperang.
Dari kelima kisah tersebut, banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil. Novel ini memang tidak sempurna, karena tidak ada hal yang sempurna di dunia ini, bukan? Tapi jika melihat banyaknya nasihat dan pelajaran hidup yang bisa kita ambil dari kisah-kisah yang dipaparkan di dalamnya, maka saya sangat merekomendasikan untuk pembaca sekalian menjadikan novel ini sebagai referensi bacaan di waktu senggang. Resensi ini mungkin tak sempurna menggambarkan keindahan buku ini, pun tak sempurnah menjelaskan titik kelemahan dari buku karangan Darwis Tere Liye ini. Tapi semoga tulisan ini bisa memberikan ulasan yang cukup untuk membuat pembaca sekali tertarik membeli novel ini dan membacanya sampai habis.
Rensensi ini saya tutup dengan mengutip satu lagi puisi indah dari Gurutta…
“Wahai laut yang temaram, apalah arti memiliki? Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami.
Wahai laut yang lengang, apalah arti kehilangan? Ketika kami sebenarnya menemukan saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak saat menemukan.
Wahai laut yang sunyi, apalah arti cinta? Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai laut yang gelap, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.”
Terimakasih….    

Sumber:https://thegirlwithbrokenwings.wordpress.com/2014/10/31/rindu-resensi-novel-karya-darwis-tere-liye/

Unggulan yang gagal melaju ke babak QF Singapore Open Superseries 2015

Daftar Unggulan yang Gagal kebabak Quarterfinal OUE Singapore Open Superseries 2015
Men's Singles
1. CHEN Long [CHN] kalah dari Hu Yun [HKG] di R2
2. Jan O JORGENSEN [DEN] kalah dari Pranoy H. S [IND] di R2
3. K. Srikanth [IND] kalah dari Tanongsak Saensomboonsuk [THA] di R2
4. SON Wan Ho [KOR] kalah dari Kahsyap Parupali [IND] di R2
5. Viktor AXELSEN [DEN] kalah dari Simon Santoso [INA] di R2
6. CHOU Tien Chen [TPE] kalah dari Kento Momota [JPN] di R2
7. Hans-Kristian VITTINGHUS [DEN] kalah dari Brice Leverdez [FRA] di R2
8. Tommy SUGIARTO [INA] [WDN]

Women's Singles
1. Saina NEHWAL [IND] [WDN]
3. SUNG Ji Hyun [KOR] kalah dari Nozomi Okuhara [JPN] di R2
7. P. V. Sindhu [IND] [WDN]
8. BAE Yeon Ju [KOR] kalah dari Akane Yamaguchi [JPN] di R2
Men's Doubles
4. CHAI Biao/ HONG Wei [CHN] kalah dari Wahyu Nayaka/ Ade Yusuf [INA] di R2
8. Vladimir Ivanov/ Ivan Sozonov [RUS] kalah dari Anders Skarup/ Kim Asturp [DEN] di R1
Women's Doubles
4. LEE So Hee/ SHIN Seung Chan [KOR] kalah dari Pia Zebadiah/ Rizki Ameli [INA] di R2
Mixed Doubles
7. Riky WIDIANTO/ Puspita Richi DILI [INA] kalah dari Sol Kyu Choi/ Yoo Jung Chae [KOR] di R1
8. Michael FUCHS/ Birgit MICHELS [GER] kalah dari Irfan Fadhilah/ Weni Anggraini [INA] di R2

Kamis, 09 April 2015

Lirik lagu Pareo Wa Emerald (Pareo Adalah Emerald) JKT48

 Pareo Adalah Emerald (Jepang: Pareo wa Emerald) merupakan single ke-9 JKT48 . Sebelumnya, Pareo wa Emerald merupakan single ke-6 dari sister group JKT48, yaitu SKE48 yang berdomisili di Sakae, Jepang.  

 Judul : Pareo wa Emerald (Pareo adalah Emerald)
Artist : JKT48
Rilis : 27 Maret 2015
Bitrate : 320kbps


Lirik Lagu JKT48 – Pareo Adalah Emerald
Chorus
Bagaikan telah menemukan ikan yang langka
Di dasar lautan yang teramat dalam
Suatu tempat di hatiku
Untuk pertama kalinya merasakan hal itu
Sang matahari sedang memberitahu
Tentang musim dimana gairah membara
Reff
Pareo adalah Emerald
Musim panas di pinggangmu
Menampilkan warna-warni lautan
Pareo adalah Emerald
Angin laut meniupnya
Gadis yang telah menjadi dewasa
Dibanding (dibanding)
Kemarin (kemarin)
Ada hal (ada hal) yang berbeda
Diriku sekarang telah jatuh cinta kepadamu
Pulau-pulau di tengah lautan
Penuh evolusi yang belum diketahui siapapun
Jendela hati yang dahulu berpikir ke hal
Yang habis saja telah terbuka
Romansa itu selalu tiba-tiba
Disadarkan oleh kilauan cahaya cinta
Reff
Emerald yang membuatku takjub
Mencuri pandangan mataku
Keindahan yang tak diketahui
Emerald yang membuatku takjub
Saat-saat yang ‘innocence’
Si gadis yang hanya tersenyum saja
Matamu (matamu)
Yang hitam (yang hitam)
Melihat (melihat) kemanakah?
Diriku disini tidak bergerak kemanapun
Reff
Pareo adalah Emerald
Musim panas di pinggangmu
Menampilkan warna-warni lautan
Pareo adalah Emerald
Angin laut meniupnya
Gadis yang telah menjadi dewasa
Di seluruh (di seluruh)
Dunia (dunia)
Kamulah (Kamulah) yang terindah
Diriku sekarang telah jatuh cinta kepadamu
 
 
Senbatsu Members (16 Members):
- Team J: Nakagawa Haruka, Beby Chaesara Anadila, Devi Kinal Putri, Jessica Veranda, Melody Nurramdhani Laksani (CENTER), Nabilah Ratna Ayu Azalia, Rezky Wiranti Dhike, Shania Junianatha
- Team KIII: Cindy Yuvia, Ratu Vienny Fitrilya, Shinta Naomi, Thalia, Rona Anggreani, Jennifer Hanna
- Team T: Andela Yuwono, Michelle Christo Kusnadi
Track List:
01. Pareo wa Emerald (Pareo adalah Emerald) / Senbatsu
02. Bara no Kajitsu (Buah Mawar) / Undergirls
03. Takane no Ringo (Apel yang Ada di Puncak) / Team J

04. Escape / Team KIII
05. Kinou Yori Motto Suki (Dibanding Kemarin Semakin Suka) / Team T
06. Pareo is Your Emerald (Pareo adalah Emerald) / Senbatsu
 
*) Pareo adalah sehelai kain yang biasanya diikatkan pada pinggul ketika di pantai dan bisa juga digunakan sebagai selendang. Masyarakat kepulauan Hawai biasanya menggunakan ini.

*) Emerald merupakan kosakata bahasa Inggris yang artinya batu hijau zamrud. Tetapi jika dihubungkan dengan isi lagu, maka Emerald disini berarti pola batu zamrud hijau yang terdapat pada pareo.